Rasanya, sudah sangat sering kita membahas istilah percaya diri alias pede. Tak terbilang forum yang digelar hanya untuk masalah yang satu ini. Lantas ada apa gerangan jika dua kata ini masih terus juga dibahas. Tak cukupkah forum yang ada selama ini? Jangan-jangan persoalannya selesai hanya di tingkat wacana. Tak ada langkah konkritnya. Kalau sudah begini, cape deh.
Karena persoalan ini bisa menimpa siapa saja di level individu, masyarakat bahkan bangsa ini, maka dalam tulisan ringkas ini, mari kita selami percaya dirikah kita sesungguhnya? Lalu, bagaimana sesungguhnya menumbuhkan dan memelihara rasa percaya diri? Agar mantap lagi berkah, semua ini kita selami dalam perspektif Islam. Sebab, hanya Islam yang mampu membuat percaya diri yang sejati. Terlebih lagi, karena umat Islam sebagai mayoritas di negeri ini sudah seharusnya memiliki kontribusi positif yang signifikan bagi upaya perbaikan keadaan ke arah yang lebih baik.
Ah, tak ada perasaan yang paling tepat selain menunjukkan sikap keprihatinan yang mendalam. Yap, sangat boleh jadi, kita memang sedang dihinggapi kemiskinan pede. Peri kehidupan kita sehari-hari telah dihiasi oleh karakter miskin pede, seperti berikut ini :
- Sulit menerima realita diri dan memandang rendah kemampuan diri sendiri.
- Selalu memposisikan diri sebagai yang terakhir, karena menilai diri tidak mampu, padahal kita sesungguhnya mampu dan belum mencobanya.
- Tak berani menentukan sikap yang benar secara benar dan karenanya berusaha menunjukkan sikap kompromi, semata-mata demi mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok/masyarakat.
- Tak berani menyampaikan kebaikan karena menyimpan rasa takut/kekhawatiran terhadap penolakan.
- Pesimis, mudah menilai segala sesuatu dari sisi negatif yang berujung pada munculnya sikap pragmatis, lebih baik mengikuti arus sekalipun hal itu bertentangan dengan prinsip dan hukum syara.
- Takut gagal, sehingga menghindari segala resiko dan tidak berani memasang target untuk berhasil, padahal Rasulullah SAW mengkritik orang yang takut gagal dan merasa tidak mampu. Beliau pernah menganjurkan:“Berusahalah sekuat tenaga untuk meraih apa yang bermanfaat bagimu dan janganlah sekali-kali merasa lemah. Dan mintalah tolong kepada Allah” (Al Hadist).
- Akhirnya, kita punya external locus of control (mudah menyerah pada nasib, sangat tergantung pada keadaan dan pengakuan/penerimaan serta bantuan orang lain).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar